IKATAN
TANPA CINTA
Oleh
: Yumin Hoo
“Wah.. Sayang, tempat ini indah
banget..” ucap Bunga seraya membentangkan kedua tangannya menikmati hembusan
angin sore, membayangkan seolah akan terbang.
Panji yang sedari tadi duduk dikursi panjang memandang indahnya
suasana pedesaan dari atas bukit membuatnya melamun entah membayangkan apa.
Suara seseorang yang berada didepannya memanggil-manggil ia tak mendengar,
seolah semuanya sunyi.
“Sayang..! Panji, hei!!” panggil Bunga. Panji tetap tak
mendengar. Bunga mulai merasa jengkel dan kemudian menghampirinya. Lalu duduk
disampingnya.
“Panji!” panggil Bunga sambil menepuk pundaknya. Panji
terkejut, lalu menoleh kewajah Bunga dengan tatapan datar.
“apa?”
“kamu tuh ngapain, sih ngelamun terus? Akhir-akhir ini aku
selalu melihat kamu selalu melamun. Buang-buang waktu tau! Awas kesambet loh!”
Panji hanya menanggapinya dengan senyuman. Lalu
mengalihkan pandangannya kedepan lagi. Bunga benci dengan tingkahnya yang
seperti itu~cuek~.
“kan, aku ngomong gak direspon! Aku nasehatin kamu
sebagai pacarku untuk kebaikanmu sendiri. Cobalah mengerti!” ucap Bunga dengan
tulus. Kali ini suaranya melembut.
“iya, Sayang. Aku paham, kok.” Balas Panji dengan senyum
ramahnya.
Langit tak begitu bersahabat, gumpalan kapas hitam mulai
menyelimutinya. Panji merogohkan tangannya kedalam saku celananya.
Dikeluarkannya kotak tipis berwarna putih bertuliskan “MARLBORO”. Ia buka kotak
tersebut kemudian menarik satu batang rokok. Ia bakar bagian pucuk batang
rokok, lalu dihisapnya dalam-dalam dan kemudian meniupkan asap putih yang
keluar dari mulut dan hidungnya. Bunga yang mengetahui hal tersebut langsung
mencabut rokok dari mulut Panji dan membantingnya kebawah!. Panji hanya melongo
melihatnya.
“Jangan curi udaraku!” ucap Gadis itu sambil
menginjak-injak rokoknya.
Panji yang baru saja menikmati hisapan pertama, terpaksa
harus merelakannya hancur dibawah kaki kekasihnya. Ia kemudian berdiri dan
mengambil kunci dari saku beakang celananya.
“pulang yuk!” ucapnya tanpa menoleh kewajah kekasihnya.
“loh, kenapa?” Tanya Bunga heran.
“udah mau hujan. Ayo!” jawab Panji sambil melangkah
menuju motor.
Bunga hanya mendengus kesal, lalu berdiri dan berjalan
cepat menyamai langkah Panji.
Langit hitam mulai merintikkan tangis gerimisnya
membasahi bukit. Jalanan mulai digenangi air yang mengalir. Sedikit licin.
Gerimis semakin lebat disertai angin yang kencang.
“pegangan yang kuat!” teriak Panji. Tanpa disuruhpun
Bunga langsung mengeratkan tangannya yang melingkari perut Panji.
Panji memutar gas lebih dalam. Motor melaju sedikit
kencang membelah bukit menerabas hujan.
Dalam perjalanan pulang mereka berdua membisu. Sunyi sepanjang jalan. Hingga
sampai dirumah Bunga.
“masih hujan deras, apa gak lebih baik kalo kamu
istirahat dulu disini sambil menunggu hujan reda?” tawar Bunga.
“enggak usah, makasih. Aku langsung saja. Udah ditunggu
Mama dirumah”
“oh.. yaudah, hati-hati dijalan, ya!”
Panji melaju kencang melawan badai hujan. Tak peduli
wajahnya terasa perih diserang jutaan peluru air dari langit. Udara terasa
dingin menusuk tulang. Langit gelap bak malam. Hanya sorot lampu motor Panji
seorang yang bersinar membelah jalanan. Dari kejauhan Nampak sebuah tiang
terpasang papan lingkar merah bertuliskan “20km”, dan sebelahnya tiang petunjuk
arah berlambang “tikungan tajam”. Ketika Panji berbelok nebeng ala Valentino Rossi, tiba-tiba tampak didepan
sorot lampu yang sangat menyilaukan mata. Dalam keadaan terpejam, Panji semakin
tak terkendali sementara cahaya semakin mendekat semakin membutakan jalan. Terdengar suara berat mesin mobil yang
semakin cepat mendekat. Tak salah, mobil Truk!.
Panji mencoba memaksa membuka mata. Tapi nahas terlambat. Dan tiba-tiba…
“Aaaakh!!!”... Braak!!.. Semua menjadi gelap.
Mobil menabrak motor beserta pengendaranya. Panji terpental
tujuh meter dan jatuh berguling-guling menuju selokan jalan, sementara motorya
tergeletak hancur tak jauh dipinggir jalan. Mobil tetap berjalan lurus meninggalkan
korban. Seolah tak terjadi apa-apa..
Bersambung…
Komentar
Posting Komentar