"Percayalah, rentetan huruf yang kau lihat ini bukanlah kehendakku. Ia spontan muncul dan mendistorsi akal untuk terus berbohong. Biarpun sadarku menyangkal, menulis apa pun seolah ringan. Karena di sisi gelapku; hatiku tengah dikekang," Graha.
Bendera Santri ( musikalisasi puisi)
Dapatkan link
Facebook
Twitter
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
-
Menyambut hari indah yang penuh makna, sedikit rasa timbul merayakannya. Meski hanya untaian sederhana; semangat kita tetap terus menggelora.
Gila “Seutas rumput terasa nikmat dikecap lidah si penggila. Ia adalah panggung bagi sangka yang tercemar; tawa yang digelar; sinis yang beredar.” Seorang tua yang berjiwa muda memanggul baskom yang berisi larutan kenang. Setiap langkahnya adalah tawa yang menggelegar sepanjang jalan. Selagi hidup, seorang tua selalu mengucap mantra yang tak wajar. Terkadang tersedak sikap bayi yang menggantung di dalam pikiran. Terkadang tersandung batu sadar di dalam jiwa. Seorang tua berlari mengejar fana. Demi menggapai nikmat si fatamorgana; demi menggenggam bahagia si abu yang sirna. Ia tertipu indahnya pesona dalam dekap si buana. Tanya “Derai kata menghujani tempurung rasa. Baik menjelma kutuk yang menyangka; buruk menjadi kata yang sejuk.” Pernahkah kita tenggelam ke dalam batuk sang duka? Ia menelan baik yang tersemat di kepala para benci, lalu menyebarkan aroma buruk dengan dahak yang meledak. Dalam perut sang duka, kita mengendap bersama jutaan dosa. Sebelum bebas dari pengap
"Kembali padamu, Malam, dan segala sisa yang mengendap di masa lalu tercipta untukmu." Tenang Tiada yang mengerti tentang rasa dan kebohongan hati selain waktu dan alurnya. Sekelam duka, sekalut luka, sekejam nista; kita berjalan di atas kemunafikan. Tenanglah, aku hanya masih mencoba, bukan menyerah. Kau yang sejauh langit masih tetap indah dipandang dari bumi, dan mataku takkan lelah dengan sembabnya penantian yang tak pernah berhenti. Mengertilah, meski kau terus membenci dan berlari, tak akan lelah aku pun mencari warna dari balik luka ini. Tenanglah, aku hanya masih berdoa, bukan menyerah. Kau yang sedalam nestapa tetap nikmat diingat dari mimpi dan asa. Lalu dengan penuh kesabaran aku menjemputmu. Jengkal "Pertanyaan di mana tempat kita sekarang hanyalah sunyi; doa dan perjuangan untuk saling menutupi." Seribu hari, sejuta rasa, selama rindu dan segala residu di dalam jiwa. Pernah dunia melemparku k
“ Khawatirku semakin dalam menggali tentangmu. Akankah semesta menjadikanmu bintang yang kelak disandingkan rembulan atau jatuh ke dalam lumpur yang berharap kecupanmu?” Larut “Terlalu banyak rasa sakit yang dibalut gelak tawa. Namun larut dalam temu yang menggema.” Jauh sebelum ada pertemuan, gelisahku dipupuk kehilangan. Ada yang lebih sakit dari pahit; perih dari lirih; pedih dari sedih. Ada, jauh sebelum kehilangan dipertemukan. Setelah melumut dalam tawa, sakit tak lagi menakutkan. Ia telah menyatu dalam kehidupan. Menyatu dalam keseharian. Menyatu dalam pertemuan yang selalu dan akan terus mengaduk kita dengan detiknya. Hingga kita melarut bersama waktu. Cemburu “Aku takut jika mimpiku selamanya hanyalah mimpi.” Senyuman, doa, tangisan, tawa, ratapan; adalah residu yang melekat dalam sunyi kerinduan. Perjuagan, rintangan, semangat, lelah; adalah cara rasa menafkahi penasaran. Untukmu, aku melintasi banyak luka dengan penuh suka duka. Untukmu, aku menyelami laut pe
Bagus banget mas yuminhoo 🥳
BalasHapus