Ikhlas Mencintai

Mungkin sebagian dari kita berpendapat, "cinta tidak harus memiliki". Aku penasaran dengan orang yang membuat kalimat ini. Bukankah secara logika itu salah? Bagaimana tidak? Kau yang mencintainya, misalnya, kau hanya sekedar mencintai, dalam artian 'secara diam-diam', tidak berani kau ungkapkan kepadanya atau bahkan tidak berani mengatakan kepada temanmu bahwa kau mencintai-nya. Kau mungkin tidak tahu bahwa ada orang lain yang mencintainya. Salah satunya adalah temanmu sendiri. Temanmu mana tahu kalau kau mencintainya juga. Karena kau malu, kau pendam selalu ungkapan yang seharusnya disampaikan. Kau pendam sendiri, menikmati rindu di ujung sepi. Kau betah berlama-lama di atas ketidakpastian. Sampai pada akhirnya, datang sebuah undangan yang bertuliskan nama temanmu yang bersanding dengan nama-nya. Iya, mereka menikah.



"Oh, Teman, kau tega membunuh temanmu sendiri." Kau mengeluh, menyalahkan temanmu sendiri. Padahal, kau sendiri yang membunuh dirimu lantaran perasaanmu. Sekali lagi, kau terbunuh karena tertikam perasaan sendiri! Sungguh memilukan, bukan?



Aku harap kau mengerti. Maksudku, melalui kisah ini kau bisa belajar bahwasannya 'cinta' itu tidak pasti. Maka yang terbaik dilakukan adalah "jangan berharap".



Cinta itu nikmat, kau boleh mencintai siapa saja setulus hatimu. Iya, mencintai siapa saja dengan ikhlas. Tak perlu kita berharap lebih. Tak peduli dia membalas cinta kita atau tidak. Dia balik mencintaimu itu hanyalah bonus. Yang terpenting adalah, dari ikhlasnya cintamu kepadanya, kau akan belajar dan terbiasa tulus mencintai kepada sesama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tanya

Tenang

Mencandu