Sebabku Menulis

       Setelah menulis beberapa kisah ~yang bisa dibilang enggak mutu~. Aku mencoba untuk mendesain suasana baru. Dan kali ini bukan hanya kisah yang menitikberatkan sebuah peristiwa; tapi juga pengalaman, pemikiran, hingga perasaan yang Insya Allah dapat menghembuskan sejuknya angin kebaikan yang tersirat di dalamnya.
     Aku tidak tahu bagaimana caranya berbagi kebaikan. Dulu, aku menulis hanya untuk memenuhi kebutuhan jiwa. Orang lain suka/tidak itu hanyalah bonus. Namun, seiring berjalannya waktu, aku sadar bahwa tidak baik sebuah karya jika hanya dinikmati sendirian. Harus ada tali yang dapat menghubungkannya agar bisa dinikmati masyarakat luas. Aku merasa berbuat baik itu tidak hanya dengan bershodaqoh, atau pun menolong seseorang. Namun, bagiku, menulis pun merupakan suatu kebaikan. Dengan menulis, kita sedang mewariskan pandangan kita di hari ini untuk mereka di masa mendatang. Sehingga, insya Allah, apabila kita sudah kembali ke tanah, kita tidak hanya meninggalkan sebuah ‘nama’, namun juga dicantumkan dalam sejarah bila berkesan.
      Tujuanku menulis yaitu  untuk berbagi pengalaman, pemikiran, juga perasaan kepada orang lain; yang bukan hanya sebagai hiburan, tapi juga manfaat, insya allah. Padahal tahu sendiri, apa hubungannya jurusan ‘Teknik Komputer dan Jaringan’ dengan tulis-menulis? Entahlah, yang jelas aku lebih nyaman begini; bercengkerama dengan buku dan pena daripada memainkan tikus berkabel di depan monitor.
          Pernah salah seorang temanku bertanya, “ apa sih, yang membuatmu jadi suka menulis?” dengan santai aku menjawab, “cukup sederhana. Berawal dari cinta; dulu ketika SD aku suka menulis surat untuk pacar, lalu menuju SMP, aku mulai membuat diary tentang kejadian-kejadian luar biasa yang kualami setiap harinya. Menginjak SMK, aku menonaktifkan tanganku dan memilih untuk berenang di lautan kata-kata. Iya, aku berhenti menulis demi mendapatkan nuansa baru. Hanya saja, entah kenapa seperti ada sihir di balik kalimat yang dituliskan Pramoedya, Tere Liye, Habiburrahman, dan Fiersa Besari yang mendorongku untuk kembali menjadi seorang penulis”. Bagiku, berhenti menulis sama saja dengan mati sia-sia. Semoga tangan yang dijadikan perantara ini tidak henti-hentinya dicatat oleh ribuan malaikat sebagai amal kebajikan di dunia, juga di akherat kelak, amin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tanya

Tenang

Mencandu