Tanda

 Tanda

“Di sela – sela kesunyian, angin membisikkan ranting dalam denting yang melengking.”

Terlalu banyak hiburan sehingga lupa penderitaan. Kian malam menjadi retak sebab terlenanya hujan yang melantun hingga larut. Walau tanah selalu ikhlas menerima keluh – kesah derap kaki, namun akar menolak nafas dari awan. Mungkin, ini sebuah tanda.

Setiap siang berlaku salah, malam mengingatkan. Setiap siang menaruh kotor, malam membasuhnya. Setiap siang mencuri senang, malam mengembalikannya. Setiap siang menanti semu, malam menjemput dusta.


Bungkam

“Hampir saja malang menamparku. Bukankah senang masih bernapas dengan nasibnya? Oh, baiklah. Mungkin malam yang akan menjawab.”

Hai, malu! Apa kau masih hidup? Saat keburukan mengancammu, kenapa kau malah senyam – senyum? Bisakah kau rendah hati walau pahit? Kau sudah biasa dengan kecut, kenapa dengan pahit kau menghindar? Mengertilah! Luka hadir dari manis yang sebentar.



Fokus

“Ia kabur ketika lebur. Kau mabur ketika tidur. Maka, sebersih apa pun kalimatmu, ia berhak mengotorinya.”

Sabar, huruf takkan berbaris membentuk kata yang menyerangmu. Hujan akan menghanyutkan kenanganmu. Maka, berhentilah meng-huruf dan mulailah meng-kalimat.


Haus

“Yang jatuh bukan basah; yang takut bukan salah. Dengarkan, langit menjerit dengan irit. Mampukah hati mendengarnya? Perlihatkan, angin marah dengan ramah. Mampukah jiwa melihatnya?”

Yang lucu bukan gincu; yang benar bukan binar. Rasakan, daun melawak sebab terkoyak. Sudikah batu merasakannya?

Yang tandus hanya mampus; semesta cukup halus dengan cara yang pupus. Bila semangatmu telah hangus, sejarahmu kan terhapus.


Mungkin ini sebuah tanda. Per dan hatikan, betapa sulit memahami suara yang menyelinap di sela – sela kata. Namun sangat mudah menjalani sangka indah yang terpecah.”


Yumin Hoo -serial kedua dari Fana.

Bangun Rejo, 3 Februari 2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tanya

Tenang

Mencandu