Postingan

Menampilkan postingan dari 2022

Tenang

Gambar
  "Kembali padamu, Malam, dan segala sisa yang mengendap di masa lalu tercipta untukmu." Tenang             Tiada yang mengerti tentang rasa dan kebohongan hati selain waktu dan alurnya. Sekelam duka, sekalut luka, sekejam nista; kita berjalan di atas kemunafikan. Tenanglah, aku hanya masih mencoba, bukan menyerah. Kau yang sejauh langit masih tetap indah dipandang dari bumi, dan mataku takkan lelah dengan sembabnya penantian yang tak pernah berhenti.             Mengertilah, meski kau terus membenci dan berlari, tak akan lelah aku pun mencari warna dari balik luka ini. Tenanglah, aku hanya masih berdoa, bukan menyerah. Kau yang sedalam nestapa tetap nikmat diingat dari mimpi dan asa. Lalu dengan penuh kesabaran aku menjemputmu. Jengkal             "Pertanyaan di mana tempat kita sekarang hanyalah sunyi; doa dan perjuangan untuk saling menutupi."             Seribu hari, sejuta rasa, selama rindu dan segala residu di dalam jiwa. Pernah dunia melemparku k

Luka

              “Manis adalah rasa yang terbit dari hambar. Karena, yang indah hanya luka,” Yumin Hoo. Luka             “Pada fisik ia sangat baik, tak pernah singgah terlalu lama. Pada hati ia sangat baik, memberi lara dengan masa yang sangat lama.”             Baik, bukan? Luka yang memberimu rasa sakit. Terkadang, luka memberimu rasa nikmat. Bukankah selama ini kita melupa? Saat bahagia mampir, Dia kau simpan di mana?             Rasakanlah, betapa hidup sangatlah pahit. Seharusnya kita menikmati luka yang sekarang tengah bahagia. Berbahagialah bersamanya. Sebab hanya dengannya kau bisa sempurna.   Jahat             “Nalurimu berkata, ‘jangan lakukan!’ namun jiwamu menentang, ‘mari wujudkan!’”             Tentang hidup, siapa yang menjamin? Sesekali kita menebak, sesekali kita terjebak. Siapa yang jahat? Hidupmu atau caramu? Kita adalah sama; menjahit luka yang semakin terbuka.             Tentang mimpi, siapa yang mengatur? Sesekali kita berjuang, sesekali kita terb

Lunglai

“Sebagian rasa yang sangat gila dengan cinta takkan lagi terjatah luka”  Butuh banyak air mata dan darah untuk sekadar mencintaimu. Bumi ini telah tua dan hasratku tetap muda. Ingin jiwaku berhenti berlari; ingin napasku berhenti memompa; ingin segala tentangmu terseret ombak dan sirna. Namun separuh hatiku kau bawa bersama kepingan jiwa.  Angin telah menjadi badai; ingin telah menjadi helai. Meski sampai saat ini aku tak pernah paham tentangmu dan rasaku, kau tetap bintang yang kutunggu jatuh menimpaku. Lalu aku yang telah menjadi tanah kelak bisa mengerti bahwa sabar memang seharusnya tak diberi batas.    Cabik    “ Yang saling membenci itulah yang saling mencintai.”   Setiap hari bersama waktu yang kejam aku mulai melukis dengan darah. Dengan hati yang menjadi kanvas dan air mata yang berubah warna. Amarahmu yang menjelma kuas mencabik – cabik angkasa dan sedihmu mengeringkan warna yang tercipta. Hasilnya, terciptalah maha karya indah yang berkisahkan tentang cinta dan luka yang sal