Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2021

Mencandu

  “ Khawatirku semakin dalam menggali tentangmu. Akankah semesta  menjadikanmu bintang yang kelak disandingkan rembulan atau jatuh ke dalam lumpur yang berharap kecupanmu?”  Larut “Terlalu banyak rasa sakit yang dibalut gelak tawa. Namun larut dalam temu yang menggema.” Jauh sebelum ada pertemuan, gelisahku dipupuk kehilangan. Ada yang lebih sakit dari pahit; perih dari lirih; pedih dari sedih. Ada, jauh sebelum kehilangan dipertemukan. Setelah melumut dalam tawa, sakit tak lagi menakutkan. Ia telah menyatu dalam kehidupan. Menyatu dalam keseharian. Menyatu dalam pertemuan yang selalu dan akan terus mengaduk kita dengan detiknya. Hingga kita melarut bersama waktu. Cemburu “Aku takut jika mimpiku selamanya hanyalah mimpi.” Senyuman, doa, tangisan, tawa, ratapan; adalah residu yang melekat dalam sunyi kerinduan. Perjuagan, rintangan, semangat, lelah; adalah cara rasa menafkahi penasaran. Untukmu, aku melintasi banyak luka dengan penuh suka duka. Untukmu, aku menyelami laut pe

Tanya

  Gila “Seutas rumput terasa nikmat dikecap lidah si penggila. Ia adalah panggung bagi sangka yang tercemar; tawa yang digelar; sinis yang beredar.” Seorang tua yang berjiwa muda memanggul baskom yang berisi larutan kenang. Setiap langkahnya adalah tawa yang menggelegar sepanjang jalan. Selagi hidup, seorang tua selalu mengucap mantra yang tak wajar. Terkadang tersedak sikap bayi yang menggantung di dalam pikiran. Terkadang tersandung batu sadar di dalam jiwa. Seorang tua berlari mengejar fana. Demi menggapai nikmat si fatamorgana; demi menggenggam bahagia si abu yang sirna. Ia tertipu indahnya pesona dalam dekap si buana. Tanya “Derai kata menghujani tempurung rasa. Baik menjelma kutuk yang menyangka; buruk menjadi kata yang sejuk.” Pernahkah kita tenggelam ke dalam batuk sang duka? Ia menelan baik yang tersemat di kepala para benci, lalu menyebarkan aroma buruk dengan dahak yang meledak. Dalam perut sang duka, kita mengendap bersama jutaan dosa.  Sebelum bebas dari pengap

Tanda

  Tanda “Di sela – sela kesunyian, angin membisikkan ranting dalam denting yang melengking.” Terlalu banyak hiburan sehingga lupa penderitaan. Kian malam menjadi retak sebab terlenanya hujan yang melantun hingga larut. Walau tanah selalu ikhlas menerima keluh – kesah derap kaki, namun akar menolak nafas dari awan. Mungkin, ini sebuah tanda. Setiap siang berlaku salah, malam mengingatkan. Setiap siang menaruh kotor, malam membasuhnya. Setiap siang mencuri senang, malam mengembalikannya. Setiap siang menanti semu, malam menjemput dusta. Bungkam “Hampir saja malang menamparku. Bukankah senang masih bernapas dengan nasibnya? Oh, baiklah. Mungkin malam yang akan menjawab.” Hai, malu! Apa kau masih hidup? Saat keburukan mengancammu, kenapa kau malah senyam – senyum? Bisakah kau rendah hati walau pahit? Kau sudah biasa dengan kecut, kenapa dengan pahit kau menghindar? Mengertilah! Luka hadir dari manis yang sebentar. Fokus “Ia kabur ketika lebur. Kau mabur ketika tidur. Maka, sebe